Monthly Archives: September 2011

Atas Dosa Apa Aku Dibunuh?

Sebuah renungan mengenai aborsi
SEMINAR MENGENAI ABORSI, dengan Pembicara : Dr. Kusuma
 

Dalam seminar itu, dijelaskan secara detil, proses pertumbuhan dan perkembangan dari calon janin sampai janin itu dilahirkan.

Selain itu, juga ditampilkan secara detil proses ABORSI. Janin yang awalnya hidupnya damai, tenteram, dan kadang-kadang bergeliat manja di dalam perut ibunya, sekejap mata terusik oleh peralatan-peralatan ABORTUS.

Di jaman sekarang, dunia kedokteran yang telah banyak mengalami kemajuan, teknologi yang canggih, yang memungkinkan proses ABORTUS itu berjalan singkat dan ‘aman’.

TAPI BENARKAH PROSES ABORTUS ITU BERJALAN DENGAN ‘AMAN’ DAN BIASA-BIASA SAJA ???

Ukh… seandainya saja kalau Anda bisa melihat sendiri jalannya proses abortus itu… Weukhjhh… mungkin Anda akan terkejut sekali, muntah-muntah atau mungkin langsung pingsan. Bukannya saya ingin melebih-lebihkan, tetapi itulah kenyataan yang ada, tangan-tangan yang melakukan ABORTUS itu seakan-akan hanya mengeluarkan segumpal ‘sampah’ dari perut seorang wanita. DIOBOK-OBOK, DIHISAP, DIREMUK DAN DITARIK PAKSA KELUAR DAN DIBUANG !

Saya bisa mengatakan seperti ini, karena dalam seminar itu, ditayangkan video mengenai proses abortus secara detil.

Diawali dengan pelebaran lubang keluar janin sampai sekitar 1 cm lebih, dengan alat obeng busi. Setelah itu dimasukkan alat pengukur untuk mengukur kedalaman rahim. Kemudian alat penyedot abortus dimasukkan ke dalam rahim.

Setelah masuk, alat penyedot dihidupkan, segala cairan dihisap ke dalam selang, daging-daging yang masih lembek dan tulang-tulang kecil pun tidak ketinggalan dihisap oleh alat tersebut. Lewat layar monitor, walaupun gambarnya agak kabur, namun kita bisa melihat dengan jelas, terjadi pemberontakan di dalam sana. Janin itu terus saja bergerak ke sana kemari, berusaha membebaskan diri, berusaha melarikan diri. (Tetapi ke mana lagi ia musti lari ???)

Walaupun sudah berusaha keras, tetap saja tidak mampu melawan kuatnya hisapan alat penyedot tersebut. Dan akhirnya yang tertinggal hanyalah bagian kepalanya saja (tengkorak).

Tahap terakhir dari proses ABORTUS adalah dimasukkannya TANG ABORTUS ke dalam rahim. Tanpa kesulitan, kepala janin yang tersisa itu langsung tertangkap oleh tang abortus itu, dan … krek… kepala tersebut langsung diremukkan, terus ditarik keluar dari rahim ibunya.

Saudara-saudara sekalian, kita mungkin sering melihat penganiayaan-penganiayaan di jalan-jalan, korban senjata tajam, korban pemerkosaan, dll. Pelakunya kita kecam dan kita cap tidak peri kemanusiaan sama sekali. Pihak berwajib menangkap mereka dan menghukumnya.

TAPI BAGAIMANA TINDAKAN ABORTUS ???
BUKANKAH HAL INI JUGA SAMA SAJA????

Bahkan lebih parah lagi, yang merupakan korban di sini adalah yang tidak berdaya, yang sangat lemah sekali, yang sangat membutuhkan bantuan orang lain agar ia bisa hidup. Tapi nyatanya dia diserang, diobok-obok, dan diremukkan.

Apakah janin itu menerima begitu saja ketika proses abortus itu berlangsung?
TIDAK….!!!

Janin itu bergerak memberontaki, bahkan lewat monitor, kita bisa melihat mulutnya yang selalu ternganga lebar-lebar…

BERTERIAK
JANIN ITU BERTERIAK MINTA TOLONG, TETAPI SIAPAKAH YANG BISA MENDENGARNYA, SIAPAKAH YANG MENOLONGNYA…..
YANG ADA HANYA SEBUAH “SILENT SCREAMING”…

Kalau Anda sendiri yang menjadi janin itu, apakah yang akan bisa Anda lakukan?
Sungguh kasihan sekali janin itu, dia yang lemah, dia yg tidak tahu apa-apa, dia yg tidak melakukan kesalahan apa-apa, musti dilenyapkan kehidupannya… karena apa???

HANYA DEMI NAMA BAIK?
HANYA DEMI KEHORMATAN?
HANYA DEMI MARTABAT KELUARGA??
Sebuah nyawa musti dikorbankan.
Janin, sebuah jiwa, suatu kehidupan, sebuah karunia Allah Yang Maha Besar, dihancurkan dengan begitu mudahnya oleh manusia.
Beginikah cara manusia mensyukuri apa yang telah Tuhan berikan???

Oleh karena itu, saudara-saudara, marilah kita semua mencegah dan menghindari terjadinya aborsi. Adapun yang bisa kita lakukan adalah menghindari seks pra-nikah, sehingga kita tidak perlu dihadapkan pada pilihan aborsi. Dan mengingatkan rekan-rekan kita.
Apapun alasannya, aborsi tetap saja sebuah pembunuhan, suatu usaha yg melawan kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa dalam menciptakan makhluk kesayangan-Nya.

Kalau saja saudara bisa melihat sendiri, korban-korban aborsi itu, ‘bangkai’ janin-janin yang masih kecil, badannya yang masih tidak karuan, yang membengkak biru kehitam-hitaman, jari-jari tangan dan kakinya terputus dan terpencar-pencar itu..

Dan kalau saja bisa melihat langsung mata janin tersebut : mata yang sedih dan penuh penderitaan itu seakan-akan mengatakan:
“MAMA, MENGAPA ENGKAU MELAKUKAN HAL INI? APAKAH SALAHKU PADA MAMA?”

Semoga cerita diatas tidak terjadi pada kita semua karena apapun alasannya aborsi, baik karena demi nama baik, keluarga ataupun ekonomi. Tetap itu bukan menjadi alasan bagi kita untuk menyimpang dari kehendak Allah SWT. Dan kalau karena alasan ekonomi, kita yakin bahwa setiap mahluk hidup akan diberikan rejekinya masing-masing.

 

Diambil dari Grup FB CinLal (Cinta Yang Halal)

(Bab II) Pemberian Rumen Sapi Terhadap Peningkatan Berat Badan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. KAJIAN RUMEN SAPI

1. Pencernaan Ruminansia

Pada sistem pencernaan ruminansia terdapat suatu proses yang disebut memamah biak (ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang dimakan ditahan untuk sementara di dalam rumen. Pada saat hewan beristirahat,  pakan yang telah berada dalam rumen dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi), untuk dikunyah kembali (proses remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali (proses redeglutasi). Selanjutnya pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzim mikroba rumen.

Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga kelompok utama yaitu fungi, bakteri, dan protozoa. Kehadiran fungi di dalam rumen berperan dalam pencernaan serat tahap awal, karena rizoid fungi tersebut dapat tumbuh menembus dinding sel tanaman, sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen.

Dalam rumen sapi terdapat beberapa jenis jamur yang berperan dalam proses pencernaan, salah satunya Aspergillus sp dan kebanyakan adalah Aspergillus fumigatus dan Aspergillus niger.

Menurut Hungate (1966), bakteri rumen dapat dikelompokkan berdasarkan substrat utama yang digunakan, yaitu :

a.    bakteri pencerna selulosa (Bakteroides succinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibrio fibrisolvens),
b.    bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens, Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp),
c.    bakteri pencerna pati (Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica),
d.   bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus),
e.    bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformi).

Menurut Arora (1989), protozoa rumen dapat dikelompokkan menurut morfologinya yaitu :

  1. Holotrichs yang mempunyai silia diseluruh tubuhnya, (Polyplastron multiresiculatum, Ophyroscolex tricoronatus). Protozoa ini berperan dalam mencerna karbohidrat yang fermentabel, terutama memecah gula terlarut seperti glukosa, maltosa, sukrosa dan pati terlarut dan melepaskan asam asetat, asam butirat, asam laktat, CO2, hidrogen dan amilopektin.
  2. Oligotrichs yang mempunyai silia disekitar mulut, (Entodinium caudatum, Epidinium caudatum, Polyplastron multiresiculatum) Protozoa ini berperan dalam merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna yang mempunyai aktifitas selulosa aktif. Protozoa ini memeceah selulosa dan terutama melepaskan selobiosa dan glukosa.

Protozoa berkembang di dalam rumen dengan kondisi alami, dan membantu pencernaan zat-zat makanan dari rumput-rumputan yang kaya akan serat kasar dan protozoa ini bersifat anaerob.

 

2. Kandungan Nutrisi Rumen Sapi

Pada dasarnya isi rumen merupakan bahan-bahan makanan yang terdapat dalam rumen belum menjadi feces dan dikeluarkan dari dalam lambung rumen setelah hewan dipotong. Kandungan nutriennya cukup tinggi, hal ini disebabkan belum terserapnya zat-zat makanan yang terkandung didalamnya sehingga kandungan zat-zatnya tidak jauh berbeda dengan kandungan zat makanan yang berasal dari bahan bakunya.

Anggorodi (1979), menyatakan bahwa ternak ruminansia dapat mensintesis asam amino dari zat-zat yang mengandung nitrogen yang lebih sederhana melalui kerjanya mikroorganisme dalam rumen. Mikroorganisme tersebut membuat zat-zat yang mengandung nitrogen bukan protein menjadi protein yang berkualitas tinggi. Mikroorganisme dalam rumen terdiri dari kelompok besar yaitu bakteri dan protozoa,  temperatur rumen 39 sampai 40 derajat celcius, pH 7,0 sehingga memberikan kehidupan optimal bagi mikroorganisme rumen. Sekitat 80% Nitrogen dijumpai dalam tubuh bakteri rumen berupa protein dan 20 % berupa asam nukleat. Berdasarkan analisa berbagai rumen maka kadar berbagai asam amino dalam isi rumen diperkirakan 9-20 kali lebih besar daripada dalam makanan.

Kandungan rumen sapi menurut Rasyid (1981),  meliputi protein 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN 41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92%. Berdasarkan komposisi zat makanan yang terkandung didalamnya dapat dipastikan bahwa pemanfaatan isi rumen dalam batas-batas tertentu tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bila dijadikan bahan pencampur pakan berbagai ternak.

 

3. Cara Memperoleh Rumen Sapi

Rumen sapi dapat diperoleh dari rumah pemotongan hewan ruminansia. Rumen diambil dari sapi yang baru saja disembelih. Untuk mendapatkan rumen sapi yang berkualitas baik, pengambilan rumen diusahakan dari sapi yang sehat.

Secara fisik rumen sapi tidak encer dengan perbandingan bahan padatan lebih besar daripada bahan cair. Untuk mengurangi bahan cair yang bersifat asam, rumen sapi dikeringkan dengan menjemur dibawah sinar matahari. Ketebalan pengeringan ± 10 cm dengan tujuan panas yang diterima mikrobia tidak terlalu tinggi dan agar kadar air berkurang secara cepat dan secara merata. Setelah kadar air dalam rumen berkurang, rumen dipotong kecil-kecil agar ikan lele mampu memakannya.

Penggunaan rumen sapi sebagai bahan pakan ikan perlu dikombinasikan dengan pelet. Pemberian pakan sesuai takaran untuk sekali makan, hal ini dilakukan dengan maksud sekali pencampuran akan habis dimakan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).

 

B. KAJIAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

1. Sejarah Ikan Lele Dumbo

Jenis ikan Clarias sp banyak ditemukan di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia dikenal dengan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang merupakan hasil kawin silang antara Clarias fuscus dari Taiwan dengan Clarias mosambicus dari Afrika (Mahyudin, 2008 : 7).

 

2. Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Anonim, 2008 : 5) :

Kingdom         : Animalia

Phylum            : Chordata

Classis             : Pisces

Ordo                : Ostariophysi

Familia           : Clariidae

Genus              : Clarias

Species            : Clarias gariepinus

 

3. Anatomi dan Morfologi

Ikan lele secara umum memiliki tubuh yang licin, berlendir, tidak bersisik dan bersungut. Secara anatomi dan morfologi ikan lele terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :

a. Kepala (Cephal)

Lele memiliki kepala yang panjang dan hampir mencapai seperempat dari panjang tubuhnya, kepala lele pipih ke bawah (depressed). Bagian atas dan bawah kepalanya tertutup oleh tulang pelat. Tulang pelat ini membentuk ruangan rongga di atas insang. Di ruangan inilah terdapat alat pernapasan tambahan lele berupa labirin. Mulut lele terletak pada ujung moncong (terminal) dengan dihiasi 4 sungut (kumis). Mulut lele dilengkapi gigi, gigi nyata atau berupa permukaan kasar di mulut bagian depan.

Lele juga memiliki empat pasang sungut yang terletak di sekitar mulut. Sepasang sungut hidung, sepasang sungut mandibular luar, sepasang sungut mandibular dalam, dan sepasang sungut maxilar. Ikan ini mempunyai alat olfaktori di dekat sungut yang berfungsi untuk perabaan dan penciuman serta penglihatan lele yang kurang berfungsi baik (Mahyudin, 2008 : 8-9).

b. Badan (Abdomen)

Ikan lele mempunyai bentuk badan yang berbeda dengan jenis ikan yang lainnya,  seperti tawes, mas, ataupun gurami. Ikan lele mempunyai bentuk tubuh memanjang, agak bulat dan tidak bersisik. Warna tubuhnya kelabu sampai hitam. Badan lele pada bagian tengahnya mempunyai potongan membulat. Sementara itu, bagian belakang tubuhnya berbentuk pipih ke samping (compressed). Dengan demikian, ada tiga bentuk potongan melintang pada ikan lele, yaitu pipih ke bawah, bulat, dan pipih kesamping (Mahyudin, 2008 : 9).

c. Ekor (Caudal)

Sirip ekor lele membulat dan tidak bergabung dengan sirip punggung maupun sirip anal. Sirip ekor berfungsi untuk bergerak maju. Sementara itu, sirip perut membulat dan panjangnya mencapai sirip anal. Sirip dada lele dilengkapi sepasang duri tajam yang umumnya disebut patil. Selain untuk membela diri dari pengaruh luar yang mengganggunya, patil ini juga digunakan ikan lele untuk melompat keluar dari air dan melarikan diri. Dengan menggunakan patil, lele dapat berjalan di darat tanpa air cukup lama dan cukup jauh (Mahyudin, 2008 : 9-10). Namun patil ikan lele dumbo tidak beracun dibanding dengan lele lokal (Anonim, 2008).

 

4. Syarat Hidup

Lele berada di air tawar dan tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Lele dapat hidup di daerah dataran rendah dan dataran tinggi hingga ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Jika dipelihara pada ketinggian lebih dari 700 m di atas permukaan laut, pertumbuhannya agak lambat atau kurang baik (Khairuman dan Amri, 2003 : 6-7).

 

5. Habitat dan Tingkah Laku

Habitat lele di perairan tawar, seperti sungai-sungai, rawa, telaga, waduk, danau, dan genangan-genangan air yang cukup dalam. Lele menyukai perairan yang tenang (tidak mengalir deras) dan cukup terlindung (Darseno, 2010 : 23). Lele jarang menampakkan aktivitasnya dalam siang hari dan lebih menyukai tempat yang gelap, agak dalam dan teduh. Hal ini bisa dimengerti karena lele adalah binatang nokturnal, yaitu mempunyai kecenderungan beraktivitas dan mencari makan pada malam hari (Mahyudin, 2008 : 15).

 

6. Makanan

Lele mempunyai kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam (bottom feeder). Berdasarkan jenis pakannya, lele digolongkan sebagai ikan yang bersifat karnivora (pemakan daging). Di habitat aslinya, lele memakan cacing, siput air, belatung, laron, jentik-jentik serangga, kutu air dan larva serangga air. Lele bersifat kanibalisme yaitu suka memangsa jenisnya sendiri (Mahyudin, 2008 : 16).

 

7. Perkembangbiakan

Di habitat aslinya (di alam), lele memijah pada awal musim hujan. Hujan menyebabkan volume air mengalami kenaikan dan pertumbuhan jasad renik sebagai pakan alami menjadi melimpah. Diduga, akibat perubahan ini, lele mengalami rangsangan untuk memijah. Lele berkembang biak secara ovipar dengan pembuahan terjadi di luar tubuh (Darseno, 2010 : 24).

 

C. KERANGKA BERPIKIR

Didalam pertumbuhan ikan lele diperlukan zat-zat yang dapat menunjang pertumbuhan tersebut. Zat yang dapat menunjang pertumbuhan tersebut misalnya protein.

Rumen sapi merupakan limbah yang banyak ditemui dirumah pemotongan hewan ruminansia. Kandungan nutriennya cukup tinggi dan lebih besar dari pada pakan ikan lele jenis pelet. Berdasarkan komposisi protein 8,86% yang terkandung didalamnya, peneliti akan menggunakan rumen sapi sebagai tambahan ransum pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Dengan demikian, tambahan ransum rumen sapi diharapkan dapat mempercepat peningkatan berat badan pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).

 

D. HIPOTESIS

Berdasarkan landasan teori yang telah di uraikan didepan, maka peneliti mengajukan hipotesis :

Pemberian rumen sapi berpengaruh terhadap peningkatan berat badan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).