BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. KAJIAN RUMEN SAPI
1. Pencernaan Ruminansia
Pada sistem pencernaan ruminansia terdapat suatu proses yang disebut memamah biak (ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang dimakan ditahan untuk sementara di dalam rumen. Pada saat hewan beristirahat, pakan yang telah berada dalam rumen dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi), untuk dikunyah kembali (proses remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali (proses redeglutasi). Selanjutnya pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzim mikroba rumen.
Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga kelompok utama yaitu fungi, bakteri, dan protozoa. Kehadiran fungi di dalam rumen berperan dalam pencernaan serat tahap awal, karena rizoid fungi tersebut dapat tumbuh menembus dinding sel tanaman, sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen.
Dalam rumen sapi terdapat beberapa jenis jamur yang berperan dalam proses pencernaan, salah satunya Aspergillus sp dan kebanyakan adalah Aspergillus fumigatus dan Aspergillus niger.
Menurut Hungate (1966), bakteri rumen dapat dikelompokkan berdasarkan substrat utama yang digunakan, yaitu :
a. bakteri pencerna selulosa (Bakteroides succinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibrio fibrisolvens),
b. bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens, Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp),
c. bakteri pencerna pati (Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica),
d. bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus),
e. bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformi).
Menurut Arora (1989), protozoa rumen dapat dikelompokkan menurut morfologinya yaitu :
- Holotrichs yang mempunyai silia diseluruh tubuhnya, (Polyplastron multiresiculatum, Ophyroscolex tricoronatus). Protozoa ini berperan dalam mencerna karbohidrat yang fermentabel, terutama memecah gula terlarut seperti glukosa, maltosa, sukrosa dan pati terlarut dan melepaskan asam asetat, asam butirat, asam laktat, CO2, hidrogen dan amilopektin.
- Oligotrichs yang mempunyai silia disekitar mulut, (Entodinium caudatum, Epidinium caudatum, Polyplastron multiresiculatum) Protozoa ini berperan dalam merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna yang mempunyai aktifitas selulosa aktif. Protozoa ini memeceah selulosa dan terutama melepaskan selobiosa dan glukosa.
Protozoa berkembang di dalam rumen dengan kondisi alami, dan membantu pencernaan zat-zat makanan dari rumput-rumputan yang kaya akan serat kasar dan protozoa ini bersifat anaerob.
2. Kandungan Nutrisi Rumen Sapi
Pada dasarnya isi rumen merupakan bahan-bahan makanan yang terdapat dalam rumen belum menjadi feces dan dikeluarkan dari dalam lambung rumen setelah hewan dipotong. Kandungan nutriennya cukup tinggi, hal ini disebabkan belum terserapnya zat-zat makanan yang terkandung didalamnya sehingga kandungan zat-zatnya tidak jauh berbeda dengan kandungan zat makanan yang berasal dari bahan bakunya.
Anggorodi (1979), menyatakan bahwa ternak ruminansia dapat mensintesis asam amino dari zat-zat yang mengandung nitrogen yang lebih sederhana melalui kerjanya mikroorganisme dalam rumen. Mikroorganisme tersebut membuat zat-zat yang mengandung nitrogen bukan protein menjadi protein yang berkualitas tinggi. Mikroorganisme dalam rumen terdiri dari kelompok besar yaitu bakteri dan protozoa, temperatur rumen 39 sampai 40 derajat celcius, pH 7,0 sehingga memberikan kehidupan optimal bagi mikroorganisme rumen. Sekitat 80% Nitrogen dijumpai dalam tubuh bakteri rumen berupa protein dan 20 % berupa asam nukleat. Berdasarkan analisa berbagai rumen maka kadar berbagai asam amino dalam isi rumen diperkirakan 9-20 kali lebih besar daripada dalam makanan.
Kandungan rumen sapi menurut Rasyid (1981), meliputi protein 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN 41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92%. Berdasarkan komposisi zat makanan yang terkandung didalamnya dapat dipastikan bahwa pemanfaatan isi rumen dalam batas-batas tertentu tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bila dijadikan bahan pencampur pakan berbagai ternak.
3. Cara Memperoleh Rumen Sapi
Rumen sapi dapat diperoleh dari rumah pemotongan hewan ruminansia. Rumen diambil dari sapi yang baru saja disembelih. Untuk mendapatkan rumen sapi yang berkualitas baik, pengambilan rumen diusahakan dari sapi yang sehat.
Secara fisik rumen sapi tidak encer dengan perbandingan bahan padatan lebih besar daripada bahan cair. Untuk mengurangi bahan cair yang bersifat asam, rumen sapi dikeringkan dengan menjemur dibawah sinar matahari. Ketebalan pengeringan ± 10 cm dengan tujuan panas yang diterima mikrobia tidak terlalu tinggi dan agar kadar air berkurang secara cepat dan secara merata. Setelah kadar air dalam rumen berkurang, rumen dipotong kecil-kecil agar ikan lele mampu memakannya.
Penggunaan rumen sapi sebagai bahan pakan ikan perlu dikombinasikan dengan pelet. Pemberian pakan sesuai takaran untuk sekali makan, hal ini dilakukan dengan maksud sekali pencampuran akan habis dimakan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
B. KAJIAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)
1. Sejarah Ikan Lele Dumbo
Jenis ikan Clarias sp banyak ditemukan di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia dikenal dengan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang merupakan hasil kawin silang antara Clarias fuscus dari Taiwan dengan Clarias mosambicus dari Afrika (Mahyudin, 2008 : 7).
2. Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Anonim, 2008 : 5) :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Classis : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Species : Clarias gariepinus
3. Anatomi dan Morfologi
Ikan lele secara umum memiliki tubuh yang licin, berlendir, tidak bersisik dan bersungut. Secara anatomi dan morfologi ikan lele terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Kepala (Cephal)
Lele memiliki kepala yang panjang dan hampir mencapai seperempat dari panjang tubuhnya, kepala lele pipih ke bawah (depressed). Bagian atas dan bawah kepalanya tertutup oleh tulang pelat. Tulang pelat ini membentuk ruangan rongga di atas insang. Di ruangan inilah terdapat alat pernapasan tambahan lele berupa labirin. Mulut lele terletak pada ujung moncong (terminal) dengan dihiasi 4 sungut (kumis). Mulut lele dilengkapi gigi, gigi nyata atau berupa permukaan kasar di mulut bagian depan.
Lele juga memiliki empat pasang sungut yang terletak di sekitar mulut. Sepasang sungut hidung, sepasang sungut mandibular luar, sepasang sungut mandibular dalam, dan sepasang sungut maxilar. Ikan ini mempunyai alat olfaktori di dekat sungut yang berfungsi untuk perabaan dan penciuman serta penglihatan lele yang kurang berfungsi baik (Mahyudin, 2008 : 8-9).
b. Badan (Abdomen)
Ikan lele mempunyai bentuk badan yang berbeda dengan jenis ikan yang lainnya, seperti tawes, mas, ataupun gurami. Ikan lele mempunyai bentuk tubuh memanjang, agak bulat dan tidak bersisik. Warna tubuhnya kelabu sampai hitam. Badan lele pada bagian tengahnya mempunyai potongan membulat. Sementara itu, bagian belakang tubuhnya berbentuk pipih ke samping (compressed). Dengan demikian, ada tiga bentuk potongan melintang pada ikan lele, yaitu pipih ke bawah, bulat, dan pipih kesamping (Mahyudin, 2008 : 9).
c. Ekor (Caudal)
Sirip ekor lele membulat dan tidak bergabung dengan sirip punggung maupun sirip anal. Sirip ekor berfungsi untuk bergerak maju. Sementara itu, sirip perut membulat dan panjangnya mencapai sirip anal. Sirip dada lele dilengkapi sepasang duri tajam yang umumnya disebut patil. Selain untuk membela diri dari pengaruh luar yang mengganggunya, patil ini juga digunakan ikan lele untuk melompat keluar dari air dan melarikan diri. Dengan menggunakan patil, lele dapat berjalan di darat tanpa air cukup lama dan cukup jauh (Mahyudin, 2008 : 9-10). Namun patil ikan lele dumbo tidak beracun dibanding dengan lele lokal (Anonim, 2008).
4. Syarat Hidup
Lele berada di air tawar dan tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Lele dapat hidup di daerah dataran rendah dan dataran tinggi hingga ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Jika dipelihara pada ketinggian lebih dari 700 m di atas permukaan laut, pertumbuhannya agak lambat atau kurang baik (Khairuman dan Amri, 2003 : 6-7).
5. Habitat dan Tingkah Laku
Habitat lele di perairan tawar, seperti sungai-sungai, rawa, telaga, waduk, danau, dan genangan-genangan air yang cukup dalam. Lele menyukai perairan yang tenang (tidak mengalir deras) dan cukup terlindung (Darseno, 2010 : 23). Lele jarang menampakkan aktivitasnya dalam siang hari dan lebih menyukai tempat yang gelap, agak dalam dan teduh. Hal ini bisa dimengerti karena lele adalah binatang nokturnal, yaitu mempunyai kecenderungan beraktivitas dan mencari makan pada malam hari (Mahyudin, 2008 : 15).
6. Makanan
Lele mempunyai kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam (bottom feeder). Berdasarkan jenis pakannya, lele digolongkan sebagai ikan yang bersifat karnivora (pemakan daging). Di habitat aslinya, lele memakan cacing, siput air, belatung, laron, jentik-jentik serangga, kutu air dan larva serangga air. Lele bersifat kanibalisme yaitu suka memangsa jenisnya sendiri (Mahyudin, 2008 : 16).
7. Perkembangbiakan
Di habitat aslinya (di alam), lele memijah pada awal musim hujan. Hujan menyebabkan volume air mengalami kenaikan dan pertumbuhan jasad renik sebagai pakan alami menjadi melimpah. Diduga, akibat perubahan ini, lele mengalami rangsangan untuk memijah. Lele berkembang biak secara ovipar dengan pembuahan terjadi di luar tubuh (Darseno, 2010 : 24).
C. KERANGKA BERPIKIR
Didalam pertumbuhan ikan lele diperlukan zat-zat yang dapat menunjang pertumbuhan tersebut. Zat yang dapat menunjang pertumbuhan tersebut misalnya protein.
Rumen sapi merupakan limbah yang banyak ditemui dirumah pemotongan hewan ruminansia. Kandungan nutriennya cukup tinggi dan lebih besar dari pada pakan ikan lele jenis pelet. Berdasarkan komposisi protein 8,86% yang terkandung didalamnya, peneliti akan menggunakan rumen sapi sebagai tambahan ransum pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Dengan demikian, tambahan ransum rumen sapi diharapkan dapat mempercepat peningkatan berat badan pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
D. HIPOTESIS
Berdasarkan landasan teori yang telah di uraikan didepan, maka peneliti mengajukan hipotesis :
Pemberian rumen sapi berpengaruh terhadap peningkatan berat badan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).